Pengen tahu REVIEW BOOK yang oke?? Atau pengen baca CERPEN karya orisinil dari anieztaa? Welcome to my worlds, It's all about "ANIEZTAA FEELS"

Monday, November 8, 2010

Review Arsitektural Baroque

Masa Baroque di Eropa Tengah dimulai saat bagunan Romawi yang sekaligus mengakhiri masa Renaissance Michelangelo akhir abad 16, tepatnya St. Peter’s Basilica menjadi ikon pertama yang menandai masuknya masa Baroque. Dibangunnya St Peter’s Bassilica bisa diasumsikan sebagai resminya masa Renaissance berakhir.
Karakteristik bangunan Arsitektur Baroque adalah gayanya yang suka melebih-lebihkan. Ukuran bangunannya cenderung berskala besar dengan memadukan dan memperhatikan efek cahaya yang masuk dari beberapa jendela ke dalam ruang bangunannya. Selain itu, arsitektur Baroque juga dikenal dengan fresco atau lukisan di langit-langit bangunan yang biasanya menggambarkan suatu kisah tertentu. Tokoh-tokoh yang berperan dalam menyumbangkan ide arsitektur baroque diantaranya adalah :

Seorang arsitek baroque kelahiran Italia pada abad 17. Karakteristik dari karyanya adalah florid, bergaya ekspansive. Contoh hasil karyanya adalah katerdal San Carlo alle Quattro Fontane. Barromini bermain dengan ruang dan pencahayaan. Designnya cenderung lebih memperhatikan bentuk geometric daripada proporsi skala manusia.







Lahir di Naples, Italia pada tahun 1958. Karakteristik design Bernini merupakan gabungan antara arsitektur, lukisan, dan ukiran dengan bentuk yang dinamis. Salah satu rancangannya yang terkenal adalah Piazza Navona di Roma, Italia.






Lahir di Florence, Italia 1457. Meskipun dia seniman di masa Renaissance, namun detail ukiran yang dia ciptakan menandai awal baroque dan mengakhiri arsitektur klasik murni. Karakteristik khas design Michaelangelo adalah dengan menganalogikan ukiran dengan simetris tubuh ma
nusia.


Beberapa bangunan bekas masa Baroque yang masih ada hingga kini banyak dimanfaatkan sebagai tempat wisata, museum, dan gereja. Hal ini tentunya tidak mengejutkan karena keindahan arsitektur Baroque tentunya telah menjadi sebuah magnet bagi para turis untuk sekedar melihat atau mengagumi atau bahkan mungkin mempelajari desain arsitekturnya. Arsitektur Baroque kini banyak diterapkan oleh developer property untuk desain rumah atau taman karena konsepnya yang indah dan tentu menarik para investor.

Salah satu konsep dari arsitektural Baroque yang menarik adalah Piazza Navona yang didesain oleh Bernini. Piazza tersebut merupakan sebuah open space yang sangat menarik karena mampu membuat sebuah ruang kosong yang bisa digunakan sebagai transit orang-orang yang berpergian dengan dimanjakan oleh pemandangan arsitektural yang sangat indah dari Bernini.

Sunday, September 5, 2010

The Amazing Tokyo

Well, udah lama aku ngefans sama Kota Tokyo. Akhirnya sekarang ada kesempatan buat bikin postingan soal serba-serbi Kota Tokyo dari mulai jaman samurai sampai sekarang ini. Kebetulan banget aku dapet artikel yang oke soal Kota Tokyo. Trus, berhubung ada tugas buat review perkembangan morfologi kota mata kuliah Morfologi dan Arsitektur Kota jadilah ini.

Kalo mau liat artikelnya bisa klik disini

Artikel yang menarik bukan? Perkembangan Kota Tokyo hingga menjadi metropolitan seperti sekarang ini memang tidaklah singkat. Perlu waktu sekitar 400 tahun hingga bisa menjadi seperti sekarang ini. Tokyo dulu hanyalah berupa Desa yang lebih dikenal dengan Edo. Edo dulu hanya merupakan kampung nelayan, yang terdiri dari hanya beberapa ratus rumah kumuh. Namun, sekarang bisa kita lihat bahwa Tokyo berkembang pesat menjadi salah satu kota metropolis yang maju dan padat.

Perkembangan Desa Edo menjadi kota metropolitan Tokyo diawali dengan mendaratnya kapal AS ke Edo. Kekaisaran pun akhirnya jatuh di bawah pengaruh kebudayaan Barat. Pemerintah yang baru ini lantas memulai proyek untuk modernisasi Jepang. Kebudayaan tradisional pun sedikit demi sedikit mulai disandingkan dengan kebudayaan Barat. Edo kini lebih dikenal oleh umum dengan Tokyo.

Tak berhenti di situ, Tokyo sempat mengalami guncangan akibat gempa dan juga bom yang telah menghanguskan sebagian besar Kota Tokyo. Namun, bangsa Jepang yang terkenal akan semangatnya yang pantang menyerah memulai tugas berat untuk membangun kota kembali. Dalam empat dasawarsa terakhir telah ditandai dengan pembangunan yang berkesinambungan dengan jalan-jalan yang kian menjalar serta gedung-gedung pencakar langit semakin banyak menjulang.

Tak heran lagi apabila saat ini Tokyo menjadi kota terpadat di dunia. Meskipun begitu, Tokyo sangat menyadari kebutuhan lahan hijau yang kini keberadaannya telah banyak terpinggirkan oleh bertambahnya gedung-gedung. Belum lagi ditambah dengan jumlah mobil di jalan raya, telah menimbulkan kenaikan temperature di Tokyo.

Lantas apa yang bisa diperbuat oleh pemerintah di sana untuk mengatasi masalah tersebut? Pemerintah Kota Tokyo menetapkan kebijakan untuk menyisihkan 30 persen dari atap bangunan gedung bertingkat sebagai areal hijau atau lanskap. Keberadaan taman atap tersebut tentunya sangat penting bagi siklus ekologi bagi kota padat seperti Tokyo.

Kota maju dan berteknologi seperti Tokyo memang pada awalnya tidak bisa lepas dari pengaruh bangsa Barat yang modern. Namun, masyarakat di sana pada akhirnya sadar dan tidak hanyut oleh kebudayaan Barat. Mereka masih mempertahankan kebudayaan dan peninggalan-peninggalan warisan leluhur terdahulu.

Bila lebih diperhatikan bentuk Kota Tokyo tak seperti kota-kota metropolis di Barat. Blok-blok permukiman yang menyusun Kota Tokyo merupakan tinggalan jaman Edo. Ukuran blok-blok tersebut tidak teratur, ada yang besar dan kecil. Berbeda sekali dengan Barat, yang membuat blok-blok permukimannya sama rata ukuran maupun bentuknya.

Selain itu kebudayaan asli Jepang mulai kembali dikembangkan, agar tidak punah. Justru inilah maka Tokyo terkenal dengan kebudayaannya oleh masyarakat mancanegara. Tak heran, banyak turis mancanegara tertarik untuk lebih mendalami berbagai kebudayaan asli Jepang.

Lantas, apa yang bisa kita petik dari ini semua? Tokyo bisa dijadikan contoh untuk memperbaiki kota metropolis kita, Jakarta. Jakarta saat ini hanya memiliki ruang terbuka hijau yang tak banyak jumlahnya. Sangat tidak seimbang dengan kepadatan penduduk, bangunan-bangunan pencakar langit, serta volume kendaraan. Tentunya itu membuat masyarakatnya tak nyaman tinggal di sana.

Kebijakan taman atap di Tokyo bisa dicontoh oleh Pemerintah Kota Jakarta. Menyisihkan 30 persen atap bangunan bertingkat untuk lahan hijau.

Tak hanya itu saja, semangat pantang menyerah dan kesadaran masyarakat Tokyo perlu dicontoh oleh masyarakat kita. Kesadaran mempertahankan kebudayaan kita yang beragam serta tak hanyut oleh dinamisme pengaruh budaya Barat.

Sunday, June 27, 2010

ngerjain film tu ternyata nyenengin banget apalagi sama kelompok 4 tekom kelas A....

27/06/10

agenda hari ini: tekoman di kosan MELO
ngutak-ngatik rekaman video menggunakan pinnacle
bosen, gak bisa-bisa

nonton video keong racun *JOJO-SINTA* --> lagi hot2nya di youtube (pengganti video lunmay-ariel-cuttari
Hmmmm....cowok2 pada kegirangan liat dua cewek cakep gokil (http://www.youtube.com/watch?v=WweB8IvLlq4)

ganti *bosen gitu2 doang*

nonton video MOMOY PALABOY
Cewek2 gantian kegirangan, eh, cowoknya juga deng
#nowplaying Marimaaaaar AWWWWW
kocak abizzz

CUKUP! KAPAN NGERJAINNYA KALO GITUU??

Laperrrr....kucingan dulu dah. BIG BOSS kami Yudhi baik sekali, kita sekelompok ditraktir kucingan
Hehhe

Lanjut ngerjain...
Dian: udah liat banner kelompok kita?
All: mau, mau, mau!

Waaaaw Kereeeennnn
Foto dulu yook sama banner

Mana fotonya??

Tekoman hari itu berakhir dengan dua jam serius mengerjakan dan berjam-jam maen2
--a

Thursday, June 24, 2010

Tekom

Mau tahu mata kuliah favorit di semester 2 ini?

Hmmm, apa emang???

Yes, Sure, Teknik Komunikasi is the best. Sebenarnya apa aja sih yang dipelajarin di Teknik Komunikasi atau sering disingkat oleh anak-anak jadi Tekom??

Teknik Komunikasi. Hmmm, jelas dari namanya aja kita tahu bahwa mata kuliah itu pasti tak jauh dari yang namanya komunikasi. Mulai dari komunikasi dengan sesama (public relation), media-media untuk berkomunikasi seperti multimedia, poster, film, dan sebagainya.


Tahun depan boleh tuh ditambah apa lagi. . .hehhe

Wednesday, June 23, 2010

Film Steps Towards Our Dream

Film bergenre dokudrama yang dibuat oleh kelompok 4 tekom kelas A ini mengisahkan tentang seorang anak manusia yang prihatin melihat kondisi kotanya. Ia berkhayal mempunyai kota yang berlevel dunia.

Proses pembuatan film ini nggak mudah lho. Hmmm, ternyata bikin film tu nggak segampang nontonnya. Pengambilan gambar aja harus diulang-ulang gara-gara aktor dan aktris yang amatiran. Hooooh.

Tapi seru juga sih, bisa tambah deket sama temen-temen sekelompok, tambah kompak, dan bisa menyatukan ide sehingga apa yang kita harapkan bisa terlaksana dengan baik.

Capek bareng, ketawa bareng, dongkol bareng (dimarahin satpam, nego sama polisi), semuanya jadi nyenengin karena dilakukan bareng-bareng.

Sekarang syuting udah kelar, tinggal ngeditnya ini nih. Semoga aja bisa jadi seperti yang di harapin semua. Amieeen.

Pengen tahu kayak gimana ntar filmnya? COMING SOON! Gak lama lagi kok. Oke?? Be patient laaah :P

Sunday, June 20, 2010

Poster

Poster di sebelah ini hasil karyaku lho. Temanya kemacetan. Poster ini dibuat untuk menuhin tugas Tekom 2010. Gambarnya rame yaak??? Temanya kan kemacetan, so gambarnya sesuai dengan tema "crowded". Hahaha

Thursday, June 17, 2010

Skycrapper City

Saat pertama mendengar kata World Class City apa yang langsung terbersit di pikaran? Mayoritas orang awam pasti akan langsung membayangkan kota yang penuh dengan gedung-gedung pencakar langit dengan lampu-lampu gedung yang menerangi pekatnya malam.

Wajar memang, karena keberadaan pencakar langit sering menjadi kebanggaan dan sering dijadikan ukuran kesuksesan sebuah kota. Gedung-gedung pencakar langit kini kian menjamur seperti pohon-pohon yang berlomba untuk menjadi yang paling tinggi. Padahal, World Class City bukan hanya dilihat dari banyaknya dan tingginya gedung pencakar langit akan tetapi lebih mengarah kepada penataannya di dalam sebuah kota.

Kota Semarang, di satu sisi dianggap sebagai kota yang gedung-gedungnya tertata jika dilihat dari atas. Keteraturan tersebut diakibatkan oleh peraturan ketinggian maksimal gedung untuk keamanan penerbangan, karena letak Bandara Internasional Ahmad Yani berada di tengah kota.

Dampak dari peraturan tersebut di sisi lain seolah justru menghambat pembangunan gedung-gedung pencakar langit, sehingga beberapa pihak menganggap bahwa Semarang mengalami ketertinggalan dibangdingkan dengan kota-kota besar di Indonesia lainnya.

Lantas apa solusi alternatifnya? Sungguh disayangkan bila posisi bandara yang berada di tengah kota harus dipindahkan. Bandara yang merupakan gerbang masuk sebuah kota akan lebih membaur jika diletakkan di tengah kota. Belum lagi apabila harus dipindahkan tentu akan memakan biaya yang tak sedikit.

Ada sebuah ide yang bagus untuk membangun gedung pencakar langit di pinggiran kota atau kawasan peri urban. Dilihat dari segi ekonomi juga menguntungkan, dengan pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi terjadi pergeseran arti pusat kota. Kota modern kini menjadikan pusat kota sebagai tempat pertunjukan atau symbol kebudayaan dalam masyarakat, bukan lagi menjadi pemusatan orang dan pekerjaan yang padat seperti corak pusat kota di masa lalu.

Pencakar langit di peri urban akan merangsang pertumbuhan ekonomi kawasan dan pusat-pusat bisnis baru sehingga kepadatan kota menjadi merata. Infrastruktur hanya perlu lebih ditingkatkan lagi kualitasnya, tak perlu membangun yang baru.

Kota bawah diarahkan sebagai kota budaya, konservasi, pemerintahan, pariwisata dan hiburan. Kota atas untuk pertanian, agro, pendidikan, dan pariwisata. Sedangkan, kota barat dan timur dijadikan sebagai kota industry, pusat perdagangan, bisnis dan perumahan. Lalu pencakar langit berada di dua sisi kota seolah seperti kelopak bunga raksasa yang mengahadap ke Laut Jawa.

Friday, May 28, 2010

Stress

Akhir-akhir ini saya merasa diri saya mulai pikun. Apa jangan-jangan aku kena Alzheimer ya?? (God). Hhehe …. <= kumat lebay merasa diri sendiri kena penyakit parah

Sepertinya otak saya sudah mulai overload dengan semua tugas anak Plano. Saking banyaknya tugas sampe bingung merenungi mau ngerjain yang mana dulu. Kelamaan merenungi malah ketiduran… Zzzzz grokkk!!

Sekalipun melelahkan, tugas di Plano tetap saja menyenangkan karena tugasnya berjamaah. Banyak temen senasib sepenanggungan. Ngerti jelek-jeleknya luar dalem juga. Hiburan juga ngeliat temen ketiduran pas ngerjain tugas. Ada yang ngorok, ada yang tidur kayak uler, ada yang ngiler. Hihi..<= ga introspeksi.

Udah ah, bingung mo curhat apa lagi. Udah lama ga posting jadi kaku.

Monday, February 15, 2010

Charlie Si Jenius Dungu


Merupakan sebuah novel karya Daniel Keyes yang sangat memukau para pembacanya. Tak heran jika novel ini memperoleh penghargaan HUGO AWARD dan NEBULA AWARD. Novel yang terjual lebih dari 5 juta kopi ini memang pantas memperoleh penghargaan tersebut karena novel tersebut banyak memberikan pesan moral kepada para pembacanya. Gaya penulisan novel ini dibuat sesuai dengan laporan kemajuan Charlie. Pada awal-awal laporan kemajuan banyak sekali tulisan yang salah penulisan yang memang disengaja oleh penulis.

Baru kali ini aku membaca novel tertarik dari awal hingga akhir. Kebanyakan novel biasanya akan mulai menarik hanya saat mulai muncul konflik, tapi berbeda dengan yang satu ini.

Novel ini menceritakan seorang pria bernama Charlie yang berusia 32 tahun yang mengalami keterbelakangan mental sejak lahir dan hanya memiliki IQ 68. Kini ia berkerja di sebuah pabrik milik roti kenalan pamannya. Charlie yang dungu namun memiliki keramahan dalam senyumnya dan juga baik hati. Dia selalu ingin membuat orang lain tersenyum. Ia begitu senang dengan kawan-kawannya di pabrik yang sudah dianggapnya sahabat sendiri. Charlie senang bisa membuat teman-temannya senang dan tertawa dengan keberadaannya. Charlie tak mengerti bahwa mereka menertawakan kedunguannya, ia tak tahu bahwa mereka mempermainkannya sebagai badut serta mengejeknya. Ia ikut tertawa bersama orang-orang yang menertawakannya. Ia tak peduli dan tak mengerti alasan orang-orang tertawa, baginya ia bisa membuat orang lain tersenyum karenanya.

Masa lalu Charlie sungguh membuat air mata terus menetes tanpa henti ketika membacanya. Awalnya, orang tua Charlie memberi perhatian pada Charlie dan berusaha keras membuat Charlie kecil bertambah pintar seperti anak-anak normal seumurannya. Mamanya benar-benar memaksanya untuk belajar dan memukuli pantatnya tiap kali Charlie ngompol dan buang hajat di celananya. Ayah Charlie selalu membela anaknya, ia tak suka dengan sikap istrinya yang terus saja memaksa Charlie. Sungguh malang nasib Charlie. Sikap mamanya semakin menjadi saat akhirnya ia melahirkan seorang anak lagi. Seorang perempuan dan normal diberi nama Norma.

Mama Charlie, Rose selalu berusaha menjauhkan Charlie dari Norma karena ia takut kebodohan Charlie akan menular pada adiknya. Ketika Norma beranjak dewasa ia selalu membenci kakaknya. Ia merasa malu memiliki seorang kakak yang mengalami keterbelakangan mental. Akhirnya Rose memaksa Charlie untuk keluar dari rumah itu dengan mengancam Matt, ayah Charlie, akan membunuh Charlie jika ia tidak keluar dari rumah itu. Dengan terpaksa, Matt mengirimkan Charlie pada pamannya, Herman. Awalnya Charlie akan dikirim ke panti Warren namun ia pikir lebih baik jika Charlie bersamanya. Saat Paman Herman meninggal, ia menitipkan Charlie pada seorang temannya bernama Donner yang merupakan pemilik pabrik roti. Charlie senang mendapat keluarga baru. Ia bekerja di pabrik roti dengan menyapu dan mengirimkan barang-barang.

Charlie bersekolah di sekolah khusus orang dewasa yang mengalami keterbelakangan mental. Dan ia menjadi bahan percobaan Prof. Nemur dan Dr. Strauss yang mengadakan eksperimen untuk membuat orang-orang seperti dirinya menjadi pintar bahkan jenius. Sebelumnya mereka mengujikannya pada seekor tikus putih bernama Algernon yang menjadi pintar. Dan kini mereka mencoba mengujikannya pada manusia.

Charlie sangat senang menjadi bahan percobaan tersebut. Ia merasa bangga akan menjadi orang keterbelakangan mental yang pertama yang akan menjadi pintar. Ia membayangkan jika ia pintar dan membuat orang tuanya akan membanggakan dirinya di sekolah serta para tetangganya. Ia tak sabar menjadi pintar. Dan akhirnya ia menjalani sebuah operasi yang akan membuatnya menjadi pintar.

Awalnya perubahan itu tak terlihat, namun dari hari ke hari operasi itu menunjukkan hasil yang pesat. Charlie yang tadinya kesulitan membaca dan menulis kini mampu membaca dengan cepat buku-buku yang sulit dan mampu mengetik satu halaman dalam satu menit. Ia terus belajar segalanya. Bahasa, psikologi, dan semua dasar ilmu kalkulus. Charlie yang pada mulanya ber-IQ 68 kini ber-IQ 185. Kecerdasaanya melebihi orang-orang normal bahkan professor-professor di universitas. Namun seiring dengan kejeniusannya, ia banyak berubah. Ia tak ramah lagi seperti dulu. Ia membenci semua orang bahkan para dokter yang mengoperasinya karena ia pikir mereka tak menganggap dirinya sebagai seorang manusia. Ia bisa mengingat semua kenangannya saat ia dungu dan ia baru tahu bahwa orang-orang yang selama ini tersenyum dan tertawa ternyata mengolok-oloknya. Ia ingat betapa mamanya membenci kehadirannya di dunia ini. Ia ingat semua. Masa lalunya yang menyakitkan. Namun di balik Charlie jenius ternyata Charlie dungu masih berada di dalam dirinya. Dan terkadang Charlie dungu muncul di saat yang tak ia inginkan. Kecerdasan emosional Charlie tak sebaik IQ-nya. Emosi Charlie jenius tidak stabil, dia seolah selalu melihat bocah yang menunggu di dalam dirinya berada di manapun sedang menatapnya.

Charlie jenius tahu bahwa eksperimen itu memiliki kelemahan dan ia menyelidikinya. Ia terus meneliti Algernon dan lama kelamaan ia menemukan bahwa Algernon mengalami kemunduran mental dan tak lama kemudian tikus putih itu mati.

Charlie menyiapkan hati untuk itu semua. Bahwa ia nantinya akan kembali bodoh dan tinggal di panti Warren untuk menunggu sisa hidupnya. Ia akan mengalami kemunduran mental dan ia akan lupa dengan kejeniusannya. Ia akan lupa bahwa ia pernah mengalahkan semua professor di universitas. Ia akan lupa menulis dan membaca. Dan suatu saat nanti ia juga akan mengalami kematian fisik dan otak.

Novel yang menarik bukan? Di dalamnya juga dibumbui percintaan antara Charlie dengan guru di sekolah khusus orang dewasa keterbelakangan mental yang bernama Alice. Banyak hal yang di bahas dalam novel ini mengenai agama, sosial, percintaan, semuanya dipak lengkap dalam sebuah novel berjudul “Charlie Si Dungu Jenius.”

Thursday, February 4, 2010

Biola untuk Resa

“Eh, liat tuh Kak Raka lewat! Kyaaa! Ganteng banget ya Min? Uh, tatapan matanya itu lho, bikin meleleh. Ah, Kak Raka. Duh!”
“Iya Rin, gimana rasanya ya jadi ceweknya Kak Raka. Tiap hari dipandangin dengan tatapan maut Kak Raka. Nggak tahan deh, Rin. Cool banget. Ahhh.”
Raka bisa merasakan beberapa pasang mata menatapnya dari depan kelas. Namun, ia sengaja tak tahu. Dengan cueknya ia berjalan seperti biasa menuju ke kelasnya.
Adalah suatu hal yang sudah biasa terjadi padanya jika ia selalu menjadi perhatian cewek-cewek di kampusnya. Dari teman seangkatan, junior, bahkan senior pun banyak yang naksir dirinya. Bahkan, junior-junior cewek di kampusnya ada yang membuat sebuah club yang khusus berisikan para fans-fansnya. RFC alias Raka’s Fans Club.
Ia biarkan saja semua itu karena dia tak tertarik sedikit pun pada salah satu dari mereka. Baginya mereka sama sekali tidak menarik. Padahal, tak jarang dari mereka merupakan idola kampus.
Menurutnya, mereka hanya sekumpulan orang yang kurang kerjaan karena begitu mengagung-agungkan dirinya. Sampai saat ini belum ada seseorang yang bisa menarik perhatian Raka. Dia mencari sosok yang berbeda dari kebanyakan cewek pada umumnya yang selalu meneriakkan namanya jika ia lewat. Ia mencari sosok yang berbeda yang mampu menggetarkan hatinya.
^^_^6

“Eh, gimana kalo kita ngomongin di Trust Café aja? Makanan di sana enak-enak lho. Ada live music-nya juga. Enak deh buat nongkrong lama-lama.”
“Kalo aku sih terserah aja yang penting asik aja tempatnya. Kok aku baru denger kali ini? Emang itu Café baru, Gas?”
“Enggak kok udah lumayan lama. Aku juga baru tahu akhir-akhir ini. Mungkin gara-gara tempatnya kurang strategis. Padahal, di sana lumayan rame lho Ka.”
“Oke, di situ aja. Boleh juga tuh buat dicoba.”
Tak lama kemudian Agas membelokkan mobilnya dan memasuki suatu tempat yang asing bagi Raka.
“Eh, aku baru tahu ternyata di sini ada tempat kayak begini. Enak ya Gas tempatnya? Banyak banget pohonnya.”
“Kalo kemaren aku nggak nyasar sama cewekku di sini mungkin aku juga nggak bakal tahu itu Café.”
Agas menyetir dengan tenang sambil terkadang tampak mengingat-ngingat belokan yang harus ia lalui untuk sampai di Trust Café. Tak lama kemudian sampailah mereka di depan sebuah Café dengan arsitektur gaya Perancis. Dari luar tampak kecil, namun arsitekturnya sangat indah. Agas segera memarkir mobilnya di antara mobil-mobil lain. Tampaknya Café itu cukup dikenal dilihat dari banyaknya kendaraan pribadi terparkir di sana.
“Wah, boleh juga ni Gas. Keren nih arsitekturnya. Jangan-jangan mahal ni Gas?”
“Nggak juga, harga mahasiswa kok. Kebanyakan yang nongkrong di sini juga mahasiswa kayak kita. Fasilitasnya lengkap. Ada live music, hotspot, sama komik dan majalah lengkap tersedia di sini. Betah deh pokoknya kalo nongkrong di sini, Ka.”
“Heh, emang kamu dibayar berapa promosi ini Café? Hah? Udah kayak sales aja kamu promosi ini Café. Udah deh, daripada gue dengerin kamu mending langsung masuk aja. Ntar juga kan aku bisa liat sendiri.”
“Iya deh, bawel banget.”
Raka mendelik pada Agas. Memang kebiasaan Agas kalo ngomong suka lupa nggak berhenti. Nyerocos mulu kalo nggak diingetin buat diem.
Begitu memasuki Trust Café mereka berdua disambut oleh alunan biola ber-genre musik classic. Agas mencari-cari tempat yang kosong untuk duduk dan memilih tempat yang strategis untuk bisa menikmati live music yang disediakan oleh pemilik Café.
Setelah memesan makanan mereka berdua melanjutkan obrolan. Seperti biasa, Agas terus ngoceh tanpa henti. Raka mencari pemandangan lain karena bosan mendengar ocehan Agas yang mulai nggak karuan. Ngomongin ini kek, itu kek, sampai-sampai dia ngomongin kakek neneknya segala. Pandangan Raka berhenti pada seorang gadis yang memainkan biola sedari tadi. Gadis cantik yang mengenakan gaun berwarna putih. Gadis itu sangat pintar memainkan tangannya di antara dawai-dawai biola dengan tangan satunya menggesek dawai biola dengan penuh perasaan.
Begitu ia selesai memainkan sebuah lagu, semua penghuni Café bertepuk tangan meriah. Gadis itu seperti tanpa emosi. Setelah itu, ia pergi bersama seorang wanita paruh baya dan menggandeng wanita itu seperti anak kecil yang tak ingin kehilangan ibunya. Hiburan berikutnya diisi oleh penampilan band lokal. Namun, penampilan mereka tak sebagus permainan biola gadis tadi. Orang-orang di Café melanjutkan obrolan mereka masing-masing dengan urusannya masing-masing. Atmosfer dalam Café itu seketika berubah. Yang tadinya begitu memperhatikan permainan biola sang gadis kini tak peduli dengan permainan band di atas panggung yang sibuk dengan permainannya.
^^_^6

Setelah hari itu, Raka menjadi sering nongkrong di Café itu baik dengan atau tanpa Agas. Baik dia ingin makan atau hanya memandangi gadis yang memainkan piano tiap malam tak lebih dari jam delapan malam. Raka sudah hafal jadwal gadis itu bermain biola di Café itu. Dan sejauh yang ia amati, gadis itu selalu ditemani wanita paruh baya yang setia menemani di dekatnya kala ia bermain biola.
Raka tak pernah melihat adanya emosi dari mata jernih gadis itu. Ia ingin sekali mengenal gadis yang pertama kali menarik perhatiannya itu. Dan, malam ini ia akan nekat berkenalan dengan gadis itu.
Begitu gadis itu menyelesaikan permainan biolanya yang memukau, Raka segera beranjak dari tempatnya duduk untuk menghampiri gadis itu sebelum gadis itu pulang.
“Hai, sapa Raka pada gadis yang akan beranjak pulang itu.”
Gadis itu menoleh pada Raka masih dengan tatapan mata tanpa emosi. Lalu ia beralih menatap biola yang tadi dimainkannya kini digantungkan di dinding Café dengan tatapan kosong dan ganjil.
“Maaf, ada perlu dengan Resa?” tanya wanita paruh baya tersebut.
“Oh, iya. Em, sebenarnya saya cuma ingin berkenalan dengan…ah ya Resa.” Tukas Raka mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Resa tak menanggapi uluran tangan Raka, hingga wanita paruh baya itu menarik tangan Resa untuk bersalaman dengan Raka. “Ah, maaf mohon anda maklum. Resa ini penderita autis, jadi dia sering tak memberi respon terhadap hal-hal di sekitarnya.”
Raka terkejut mendengar penuturan wanita itu. Hingga ia tak sempat menjawab wanita itu yang berpamitan pulang. Raka seakan tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan wanita itu. Autis?
^^_^6

Begitu sampai di rumah dan berbaring di ranjangnya Raka kembali terngiang dengan apa yang dikatakan wanita tadi mengenai Resa. Ya, gadis itu bernama Resa. Ia memang pernah dengar bahwa orang autis terkadang memiliki kelebihan tertentu dibandingkan orang normal. Yang ia tahu, penyandang autis susah bersosialisasi dan berkomunikasi dengan lingkungannya namun di sisi lain mereka memiliki daya konsentrasi yang sangat tinggi sehingga tak jarang orang autis banyak yang sukses. Namun, ia tak menyangka Resa mengidap autisme.
Walaupun begitu, entah mengapa Raka sulit menghapus bayangan Resa dari ingatannya. Entah mengapa dirinya tak peduli dengan apa yang Resa idap. Yang ia ingat hanyalah saat-saat Resa memainkan biolanya dengan alunan yang syahdu dan mampu menghipnotis pendengarnya. Apa ini yang namanya cinta pandangan pertama? Sebuah perasaan yang tak memberi alasan logis pada dirinya. Yang ia inginkan saat ini adalah membuat wajah Resa tersenyum padanya.
^^_^6

Raka tak menyerah begitu saja akan perasaannya. Sekalipun sangat sulit bahkan hampir mustahil untuk bisa membuat Resa suka akan keberadaannya. Tiada hari tanpa Raka berada di Trust Café. Terkadang ia membawakan bunga untuk Resa begitu ia menyelesaikan permainan biolanya. Terkadang ia memberikan hadiah puzzle yang disukainya. Namun, tak jarang Resa menolak pemberian Raka dengan membuangnya begitu saja. Tapi Raka selalu sabar menghadapinya.
Lama kelamaan usaha Raka memberikan hasil. Resa selalu bertepuk tangan dan tertawa saat ia diberi puzzle oleh Raka. Raka sangat senang karena ia bisa melihat ekspresi senang dari raut wajah Resa yang jelita.
^^_^6

Hari ini Raka kembali datang untuk bertemu dengan gadis pujaannya, Resa. Namun, ia tak melihat kehadiran Resa dan ibunya malam ini. Bahkan, ia menunggu berjam-jam hingga Café itu tutup namun Resa tak datang. Apa gerangan yang menimpanya? Pikir Raka cemas.
Hari berikutnya Raka kembali datang namun tak juga menemukan kehadirannya. Demikian pula dengan hari-hari berikutnya hingga seminggu berlalu tanpa kehadiran Resa di Trust Café.
Akhirnya Raka memutuskan untuk mencari Resa. Ia benar-benar khawatir dengan Resa. Ia pun meminta alamat rumah Resa dari manajer Café itu. Ternyata rumah Resa tak jauh dari situ. Raka pun bergegas mencari alamat tersebut dan tiba pada sebuah rumah dengan nomor 3 tepat sesuai dengan apa yang tertulis di kertas yang diberikan manajer Café.
Raka memencet bel pintu rumahnya dan tak lama seorang wanita muda mengenakan seragam membukakan pintu.
“Maaf, mencari siapa ya mas?”
“Ini benar rumah Resa bukan mbak?”
“Iya benar, anda siapa ya? Ada keperluan apa dengan non Resa?”
“Saya Raka. Saya cuma ingin bertemu dengan Resa saja. Apa boleh?”
“Baik, tunggu sebentar di sini.” Wanita itu masuk ke dalam rumah lalu beberapa saat kemudian keluar dan mempersilakan Raka untuk masuk.
Tak lama kemudian Resa muncul bersama ibunya. Begitu melihat kedatangan Raka, raut muka Resa yang pucat tampak begitu senang dan ia meloncat-loncat. Ia berlari menghampiri Raka dan langsung memeluk Raka.
Raka kaget melihat respon Resa yang tak seperti biasanya. Ia tak menyangka Resa benar-benar senang dengan kehadirannya di situ.
“Raka, asal kamu tahu, Resa memeluk kamu itu berarti ia menyayangi kamu. Anak autis tak banyak menyayangi orang terkecuali orang terdekatnya misal ibunya. Tapi, ibu lihat Resa sayang dengan Raka. Sebelumnya Resa tak pernah memeluk orang kecuali ibu atau ayahnya.” Jelas ibu Resa sambil tersenyum.
Raka duduk dengan Resa di sampingnya yang menggandeng tangannya erat.
“Resa, ini Raka bawain puzzle kesukaan kamu.” Tukas Raka lembut pada Resa.
Dengan segera tangan Resa beralih pada puzzle pemberian Raka dan sibuk menyusunnya.
“Tante, kenapa Resa akhir-akhir ini tidak berada di Café?”
“Iya Raka, Resa selama seminggu ini demam jadi tante nggak mengijinkan dia bermain biola di Café. Sebenarnya dia marah karena dilarang bermain biola. Tapi tante akhirnya bisa mengalihkan perhatiannya dengan permainan menyusun balok di rumah.”
“Lho, Resa nggak punya biola sendiri tante?”
“Dulu ada, tapi dawai-dawai biolanya sudah putus. Tante sudah nggak mampu lagi membelikan Resa biola, karena tante juga harus menyekolahkan Resa di sekolah khusus. Jadi, Resa hanya bermain biola di sekolah atau di Café saja.”
Raka mengangguk paham. Ia lalu menemani Resa menyusun puzzle hingga ia tertidur karena kelelahan. Resa menatap wajah polos Resa yang sedang tertidur. Lalu, Raka pun berpamitan untuk pulang.
^^_^6

Hari ini Resa sudah sembuh dari sakitnya. Ia kembali memainkan biolanya di Café. Raka memandanginya dengan tersenyum. Seperti biasa, begitu Resa menyelesaikan permainannya ia akan menghampiri Resa.
“Resa, hari ini Raka bawa hadiah buat Resa yang pintar.” Tukas Raka pada Resa sambil menunjukkan hadiah yang dibawanya.
“Wah, kali ini apa Raka?” Tanya ibu Resa menerima hadiah itu.
“Nah, sekarang Resa coba buka hadiahnya!”
Resa membuka hadiah itu dengan senang. Ia dengan tak sabar merobek pembungkus hadiah itu. Dan ia menemukan sebuah biola cantik di dalamnya. Ia meloncat-loncat gembira melihat biola itu.
“Sekarang, Resa bisa main biola ini di rumah. Jadi nggak perlu capek-capek tiap malam ke sini untuk main biola. Ya?”
Resa mengangguk berkali-kali, ia lalu memeluk Raka dan dengan tergagap-gagap mengucapkan terimakasih pada Raka.
Raka senang bisa membuat Resa bahagia. Ia senang melihat gadis itu tertawa dan terkikik senang. Ya, cintanya mungkin tak berbalas. Namun, ia senang bisa melihat gadis yang ia sayang bahagia. Sebuah cinta tulus dari Raka.
^^_^6

Thursday, January 28, 2010

See in The Dark!

I see the stars which is spreads in the dark sky,,
Oh God,, That's so beautiful

There's various of that stars,,
Some stars looks big and glow brightly,,
And others looks small and just glow dreary...
Both have a some role to illuminate the earth in the dark...

But, i like those stars...
Yeahh,,like me...
An ordinary girl who isn't popular...
But, i believe i can be helpful people around me...





Hoodoo but Plesure

Huh...hari ini apes banget.
hahhah

Planning buat maen ma shabat2ku ke taman rekreasi pantai Marina, Semarang...
Berangkat molor, yang harusnya jam 07.30 jadi 08.15...huhhuh (khas Indonesia)
Go to Semarang langsung menuju pantai Marina...
And?? Huh,, What the hell!! di pintu masuk tertampang papan "libur kurang lebih 4 bulan"...
Oh My Goat!! Ternyata lagi ada renovasi di sana,,

dila : "Ke pantai maroon aja!"
momoy : "Waduh! Aku nggak apal jalannya..."
aku : "Yg aku tw deket bandara Ahmad Yani. Gimana kalo qta jalan ksana dulu?"
dila : "Betul, betul, betul!"

Sesampainya qta di bundaran kali banteng bingung harus menuju ke arah mana??
Ada lima simpangan getoo??

Setelah tanya mas2, disarankan untuk lwat graha padma biar deket,,
Emang dasar qta'y lagi apes...
Gitu sampe sana ternyata jembatan yg hrusnya dilewati putus,,@,@
ZZZzzzz.....

Akhir cerita, acara jalan2 kita berakhir dengan foto2 di graha padma...
Kurang kerjaan ga sih??
Tapi, disamping itu semua kita seneng cz akhirnya setelah sekian lama kumpul juga...
Having fun in the journey, hmmm yeaahh that's appreciable

Monday, January 25, 2010

LIVE

Live like you're dying and never stop trying
It's all you can do, use what's been given to you

Potongan lagu lenka yang berjudul Live like you're dying,,
Hidup itu berusaha,
Hidup itu penuh perjuangan,
Hidup itu saat ini, merencanakan esok, dan terkadang perlu mengingat kemarin,
Hidup itu penuh teka-teki, perlu trik untuk melaluinya,
Hidup itu berwarna,
Hidup itu roda, kadang di atas kadang di bawah
Hidup itu lika-liku, kadang ada masalah yang harus kita pecahkan

yang terpenting dari itu semua adalah nikmati dan syukuri hidup kita saat ini. Karena, jika kita menikmati hidup ini kita akan selalu bisa mengontrol hidup kita masing-masing.

filsafat air

Air setetes menghidupkan, 
Air sewabah mematikan,  
Air meresap di udara, tanah, kayu, kertas, dsb. 
Walau demikian, air tetap air,..... dapat terpisah dan bersatu dg yg lain. 
Air tidak mengisolasikan diri dari dunia untuk menjaga ksejatian diri.  
Air merambat dengan gaya kapilaritas dengan tenang, merata, dari bawah ke atas 
Mengejar sukses, dilakukan dengan pengaturan jadual,
yang mampu mencakup semua kesibukan tanpa merombak besar-besaran, 
mampu mengerjakan banyak hal saat bersamaan.  
Air mengalir dari tempat yg tinggi ke tempat yg rendah 
Walau dalam merambat air ke atas, 
tetapi air tidak lupa menuju ke bawah, merendahkan diri,
dan menjadi kekuatan besar ketika menuju ke bawah, kekuatan magnetis.  
Air mengikuti bentuk wadahnya. 
Air membiarkan dirinya menjadi isi, tidak melakukan perlawanan direct, dengan kekuatan. 
Air menyambut kekuatan dan menggabungkannya dalam dirinya tanpa gesekan, 
dan melepas kekuatan tersebut, tanpa menghilangkan apa pun dari dalam dirinya. 
Air tidak memaksakan diri menjadi sesuatu bentuk tetap masa kini, lalu atau depan.   
Air dapat berwarna, atau bening Air menyatu dengan yang lainnya, menjadi wadah, 
dan membiarkan dirinya diisi oleh hal dari luar.  
Air menjaga kestabilan emosi diri, perkembangan diri. 
Air dapat sejenak panas dan menguap, kemudian mengembun menjadi air lagi. 
Air dapat sejenak dingin dan membeku, kemuidan mencair kembali lagi 
Interaksi dengan orang lain Air bertemu api, memadamkan api dan kobarannya 
Air bertemu angin, menyejukkan angin yang kering 
Air bertemu tanah, menyuburkan tanah 
Air bertemu mahluk hidup, menghidupkan  
Air menyeimbangkan hidup, tidak menekan berlebihan di sebuah sisi, atau meringankan di sisi yang lain. 
Air merata di semua permukaan, demikian hukum Pascal Tekanan beban terhadap air, 
akan terbagi rata ke seluruh bagiannya, tidak ada yg berat sebelah. demikian dengan hidup, 
jika kita terlalu menekan pada sisi tertentu dlm hidup, 
berarti kita kan kehilangan sisi yg lain sama kuatnya dengan apa yg kita dapatkan.  
Sikap air terhadap benda asing dianalogikan thd teman -mengapungkan, 
berarti,  jika sesuatu bersifat tidak penting, ringan. 
Jika air bergejolak, maka benda ini akan terlempar dari air.  
Tipe benda sbg manusia: org yg Tidak sepermainan & tdk membangun  -mengambang dalam air  
Jika sesuatu bersifat sama berat dengan BJ Air, dan benda ini ikut mengalir dalam arus air, 
tanpa terlempar ke luar.  
Tipe benda sbg manusia: org sepermainan, tapi tdk membangun.   -tenggelam di dalam air   
Jika sesuatu bersifat lebih berat dari BJ air, 
dan benda ini akan menahan putaran arus air, 
dan menenangkan air tersebut dari goncangan.   
Tipe benda sbg manusia: Belum tentu tdk sepermainan, 
sangat membangun, menyadarkan alam pikir, dan memberi tantangan perkembangan diri.   
Ciptakanlah diri seperti air, ada dan tidak ada, berisi dan kosong. 
Dingin dan panas bersatu dalam satu substansi.

huaaaaa....filosofi yang keren banget,,kalo aku pengennya hidupku mengalir alami seperti air...
eittss...
tapi bukannya harus selalu pasrah sama aliran air, 
karena hidup butuh terkadang butuh perjuangan untuk bisa mencapai apa yang kita inginkan. Fight!!!

Sunday, January 24, 2010

Antara IQ dan EQ

hmmm....jadi teringat nih sama mata kuliah ISBD...
sebuah topik yang menarik dalam pengembangan diri, yakni antara IQ dengan EQ. Gimana sih jika ada orang dengan IQ tinggi tapi EQ rendah? Atau sebaliknya, EQ yang tinggi namun dengan IQ rendah?
1. IQ (Intelligent Quotient)
Memuat tentang kemampuan memori otak dan penghafalan. IQ mencakup tentang semua yang berisi tentang talenta, pemikiran, rumus-rumus, logika, dan lain-lain yang bersifat memorial. IQ merupakan potensi genetik yang terbentuk saat lahir dan menjadi mantap pada usia tertentu saat pra-pubertas, sesudah itu tidak dapat lagi dikembangkan dan ditingkatkan. Jadi, untuk bisa meningkatkan IQ haruslah segera dilakukan sebelum masa pra-pubertas sebelum terlambat. Cara meningkatkannya adalah dengan:
  • banyak membaca dan menghafal
  • banyak berlatih menghitung
  • kursus
  • mengembangkan diri
2. EQ (Emotional Quotient)
Merupakan kecerdasan emosi yang meliputi inisiatif, ketangguhan, optimisme, dan adaptasi. Seseorang yang memiliki EQ tinggi akan sukses karena tidak mudah marah dan mempunyai kemampuan yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain. EQ bisa terus ditingkatkan, caranya adalah dengan kesadaran diri sendiri dengan membiasakan membaca, mendengar, melihat, mengendalikan emosi dan kemarahan lalu diterapkan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Sehingga nantinya akan menjadi kebiasaan yang akan melekat pada diri.

Menjawab pertanyaan diatas,
Apa yang akan terjadi jika seseorang memiliki IQ yang sangat tinggi namun EQ-nya jongkok?
  • orang tersebut pintar namun tak berani menonjolkan dirinya karena malu.
  • pasif dan tidak berkembang karena kurangnya interaksi dengan orang lain.
Lalu, bagaimana jika EQ yang tinggi namun IQ rendah?
  • orang tersebut pastilah sangat pede dan ngomon nggak karuan kemana-mana.
  • berani menonjolkan dirinya di depan umum namun bingung sendiri apa yang akan ia tonjolkan di muka umum.
  • Sok berlagak padahal tak punya skill yang mumpuni.
Jadi, kesimpulannya adalah jika ingin sukses, antara IQ dengan EQ haruslah seimbang, saling mendukung satu sama lain.

KARMA!!

Selalu pria ini yang duduk di nomor meja 17. Dia memang pelanggan Caffeine Café yang setia. Hampir tiap hari ia mengunjungi Café ini. Memesan secangkir coffee latte dan cheese cake yang sama. Duduk di sisi yang sama. Hanya satu yang membuatnya berbeda saat mengunjungi Café ini. Dia membawa wanita yang berbeda tiap kali berada di Café ini. Dalam seminggu ia bisa mengajak lima wanita berbeda. Dan hebatnya lagi ia tak pernah kena ada masalah dengan itu. Padahal wanita yang diajaknya ke sini adalah pacarnya. Bagaimana aku bisa tahu? Karena si wanita memanggilnya beib, kadang yank, atau apalah panggilan sayang lainnya. Beda wanita yang di ajaknya, beda pula panggilannya. Hanya seorang wanita bersamanya yang memanggil nama aslinya. Nama pria itu adalah Revan.

Suatu sore Revan mengajak seorang wanita lagi. Hmmm, wanita yang ini belum pernah aku lihat sebelumnya. Dia mengajak wanita itu duduk di tempat favoritnya. Ia pun memesan kopi dan makanan kesukaannya. Revan mulai menggombal. Aku benar-benar muak dengan makhluk yang satu ini.

“Rish, aku seneng banget kenal kamu. Kamu beda dengan cewek-cewek aku sebelumnya. Memang dulunya aku playboy tapi aku udah capek dan bosan jadi playboy.

Cewek yang dipanggil Rish tersenyum. “Masa?” tanyanya ragu.

“Terserah kamu kalo nggak percaya. Aku serius.” Tukas Revan dengan memasang muka marah.

“Iya-iya, aku percaya kok. Jangan ngambek dong?” Pinta si Rish.

“Huffft, tuh kan bener.”

“Emm, Rish aku pengen ngomong ini tapi susah banget.”

“Hmm? Ngomong apa?” tanya si Rish dengan nada menggoda. Seolah ia tahu apa yang akan dikatakan oleh Revan.

“Yang itu lho Rish. Yang di sms aku waktu kamu udah mau tidur.” Tukas Revan sambil menggaruk-garuk kepala.

“Apa? Met bobok?”

“Bukaaan! Yang habis itu. Haduuuh. Susah banget ngomongnya. Huh, baru sekali ini beneran suka sama cewek malah susah ngomongnya.” Keluh Revan masih dengan garuk-garuk kepala bingung.

“Apaan sih? Miss u?”

“Nah, yang habis itu. Idih, kamu ngerjain aku ya Rish. Udah tahu aku susah ngomongnya kamu malah mojokin aku.”

“Haha. Iya, aku tahu kok ‘Love U’ kan? Habis kamu lucu sih salah tingkah gitu.” Ucap si Rish sambil terkikik geli melihat tingkah Revan.

“Iya, bener itu. Hehe. Ya maklum Aerish. Dulu aku gampang banget bilang cinta karena aku nggak bener-bener cinta. Kalo ngomong yang beneran dari hati itu susah banget. Kamu sih nggak ngerasain.”

Ya, itulah cara Revan mendapatkan hati wanita. Sebuah cara yang bisa membuat wanita yang diinginkannya mempercayai semua yang ia katakana.

***

Ada seorang wanita yang aku kagumi diantara pacar-pacar Revan. Dialah yang memanggil Revan dengan namanya. Tak ada panggilan sayang. Revan memanggilnya Cherry. Cherry bener-bener cewek tangguh dan satu-satunya yang tak takluk pada Revan.

“Van, ambilin dompet sama hapeku di mobil dong!” Perintah Cherry pada suatu sore di Caffeine Café.

Revan menurut, ia keluar dari Café sebentar untuk mengambil apa yang diminta oleh Cherry. Sesaat kemudian Revan kembali duduk di kursinya. Pesanannya sudah datang. Saat Revan bersama Cherry raut mukanya berubah. Dia nggak berani ngegombal di depan Cherry. Pernah dulu Revan menggombali Cherry, sebelum Revan berpura-pura marah Cherry lebih dulu pergi meninggalkannya. Semenjak itu Revan tak pernah lagi coba-coba menggombali Cherry.

Menurut pandanganku Revan benar-benar cinta mati pada Cherry. Sedangkan Cherry tampak cuek terhadap Revan. Tiap kali mereka bertemu di sini tampak Revan yang lebih banyak bicara, sedangkan Cherry lebih sering tak menggubrisnya dan lebih asik dengan ponselnya sendiri sambil kadang tersenyum sendiri. Tiap Revan tanya apa yang membuatnya geli, Cherry cuma menjawab “ada deh urusan cewek.”

Aku suka sekali bagian ini. Revan tampak teraniaya jika mengajak Cherry ke sini. Tak ada yang bisa perbuat. Mungkin jika cewek lain yang memperlakukannya seperti itu, pasti akan langsung diputus oleh Revan. Namun karena dia cinta mati, Revan benar-benar hati-hati dalam menjaga hubungan mereka atau hubungan mereka akan berakhir.

Yang membuatku bertanya-tanya adalah, “Apa sih yang ada di pikiran lelaki bernama Revan ini? Kalo dia sudah cinta mati dengan seorang wanita kenapa masih juga selingkuh? Apa motifnya? Apa karena dia merasa tertindas sehingga ia melampiaskan uneg-unegnya pada wanita lain?”

Revan lebih pantas dikasihani daripada di benci. Di saat banyak wanita memujanya dan tak ingin kehilangan dirinya dia justru terperangkap dalam dilemanya sendiri, dia diinjak-injak oleh wanita yang disukainya, disayanginya, bahkan sangat ia cintai. Menyedihkan.

Apakah di dunia manusia itu kadar cinta sepasang kekasih tak pernah sama? Seimbang? Selalu yang kuamati selama ini pasti ada yang lebih mencintai dan ada yang kurang? Apa kadar cinta yang seimbang cuma ada di film atau sinetron yang ada di tv?

***

Siang ini Revan tak seperti biasanya. Kali ini dia mengajak seorang pria lagi bersamanya. Hmmm… apa jangan-jangan dia sudah bosan dengan wanita lalu beralih menyukai sesama jenis? Manusia memang sungguh aneh. Aku tak mengerti apa yang ada di pikiran mereka.

Seperti biasa Revan memesan makanan favoritnya di sini. Demikian juga dengan pria yang di bawa Revan ke sini.

“Sat, aku bingung nih harus gimana lagi ngadepin Cherry,” mulai Revan dengan menjambak-jambak rambutnya. Matanya merah dan berair karena berusaha keras untuk menahan air matanya keluar. Dia tampak putus asa.

“Aku heran sama kamu Van, orang kayak kamu kenapa bisa sampai seperti ini hanya karena wanita. Yang suka sama kamu banyak, yang mengelu-elukan untuk bisa pacaran sama kamu banyak. Kenapa nggak kamu putusin aja Cherry?”

“Oh, dugaanku salah, ternyata Sat ini teman si Revan. Baru kali ini Revan menunjukkan dirinya yang asli. Pasti dia sahabat dekat Revan. Hmmm…”

“Nggak bisa! Kamu kan tahu sendiri aku cinta mati sama Cherry. Aku nggak pengen kehilangan dia Sat.”

“Memang, kali ini ada masalah apa lagi sih Van?”

“Huh, beberapa hari ini dia nggak bisa dihubungi. Aku nggak tahu apa yang ia lakukan di belakangku. Aku harus bagaimana? Didiamkan seperti ini benar-benar membuatku hampir gila. Lebih baik jika dia marah atau apapun itu, yang penting jangan mendiamkan aku seperti ini.” Keluh Revan sambil mengacak dan menjambak-jambak rambutnya sendiri. Penampilannya menjadi acak-acakan dan tampak kusut. Padahal dia termasuk orang yang sangat menjaga penampilan. Karena tiap ada kaca dia selalu merapikan rambutnya. Metroseksual.

Teman Revan menggelengkan kepalanya. “Impas kan? Cherry juga nggak tahu apa yang kamu lakukan di belakangnya.”

“Bukannya nggak tahu Sat, aku rasa dia tahu tapi dia tak peduli.”

“Jadi kamu selingkuh di belakangnya hanya untuk melihat responnya?”

Revan mengangguk sedih. “Dia nggak peduli dengan apa yang aku lakukan. Seperti apa yang aku lakukan pada mantan-mantanku sebelumnya. Kamu tahu kan?”

Sat mengangguk. “Mungkin ini karmamu Van. Aku dan yang lain sudah dari dulu mengingatkanmu untuk tidak mempermainkan perasaan wanita.”

“Penyesalan memang selalu datang terlambat. Karma ini justru terjadi padaku saat aku benar-benar menyukai seorang wanita. Apa yang harus aku lakuin Sat? Apa aku harus memutus pacar-pacarku yang lain?”

May be, boy.”

“Apapun bakal gue lakuin buat mempertahankan Cherry.”

***

“Rish, ada yang mau aku omongin sama kamu.”

Aerish berhenti meminum cappuccinonya untuk mendengarkan. “Apa Van?”

“Kita udahan aja ya? Aku nggak pantes buat kamu. Kamu terlalu baik buat aku Rish. Emm, asal kamu tahu aja. Aku udah selingkuh di belakang kamu. Selama ini aku selalu merasa berdosa sama kamu. Aku terus-terusan merasa bersalah sama kamu.” Tukas Revan takut-takut.

It’s okay,” jawab Aerish tanpa terduga.

“Kamu baik-baik aja kan Rish?”

“Udah aku bilang aku baik-baik aja Revan. Kenapa emang? Pasti kamu bingung kenapa aku nggak marah sama kamu, bener kan?”

Revan mengangguk heran. “Iya, kok kamu nggak marah?”

“Huh, aku udah tahu semuanya kok Van. Selama ini aku nungguin kamu untuk jujur cerita semuanya.”

Revan kaget mendengar pernyataan Aerish. “Darimana kamu tahu?”

“Ceritanya panjang. Intinya aku kenal sama pacar kamu yang bernama Cherry.”

Revan terbengong-bengong. “Cherry?”

“Yep, Cherry. Dia ada di sini kok. Dia sengaja nungguin aku di mobil. Ah, itu dia Cherry,” tunjuk Aerish pada Cherry.”

Revan salah tingkah. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Semuanya di luar rencananya.

“Van, kita juga udahan aja ya?” pinta Cherry begitu datang. “Yuk Rish kita pergi dari sini!” ajak Cherry kepada Aerish.

Sekarang tinggalah sendiri Revan. Ia menangis. Kali ini bukan air mata buaya melainkan air mata sesungguhnya karena dia kehilangan Cherry. Wanita yang sangat dicintainya. Hmm…apa perbuatan Revan di masa lalu benar-benar sudah keterlaluan? Sehingga orang-orang yang telah ia sakiti mengutuknya. Hingga saat ia mau bertobat pun dia telah terlambat dan kehilangan kesempatan. Maaf Van, aku tak bisa menghibur atau menasehati kamu. Segala sesuatu pasti ada karmanya. Aku hanyalah sebuah asbak yang diletakkkan di meja 17 Caffeine Café. Hanya sebuah benda yang jadi saksi bisu dari perjalanan cintamu.

***


Hmmmm...btw pada percaya nggak sih sama 'karma' itu???


a reply from love

“Kita udahan aja ya, Ma. Aku yakin kamu pasti bakal ketemu sama cowok yang jauh lebih baik dari aku. Kamu cantik, pintar, baik pasti banyak yang ngantre buat bisa jadian sama kamu.” Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Ramon masih terngiang-ngiang di telinga Emma. Emma tidak mengeluarkan air mata setitik pun meskipun rasa kecewa pada Ramon sangatlah besar. Ini memang sudah biasa untuk Emma, diputus oleh pacarnya. Sudah kesekian kalinya ia diputuskan oleh cowoknya, meski terkadang ia yang minta putus tapi lebih sering ia yang diputuskan oleh pacarnya. Mungkin sebagian dari mereka menyesal setelah mengenal Emma lebih jauh, pikir Emma.

Emma bingung harus menyalahkan siapa. Apakah dia harus menyalahkan dirinya yang mungkin membosankan bagi cowok ataukah dia harus menyalahkan cowok di luar sana yang tak mau menerima dirinya apa adanya. Semua ucapan dan janji manis saat mereka mendekatinya tak terbukti saat Emma mulai membuka hatinya untuk mereka. Padahal ini baru sekelas pacaran, gimana jadinya kalo dia sudah married? Pasti kawin-cerai mulu nantinya. Hufffftt…

Meskipun Emma sering kecewa dengan pilihannya, itu tak membuatnya menyerah akan cinta. Dia terus berusaha untuk menemukan Mr. Right yang akan menemaninya hingga maut memisahkan. Ya, pikiran Emma memang telah jauh ke depan. Ia tak pernah main-main dengan semua pilihannya. Ia pacaran bukan hanya untuk bersenang-senang melainkan untuk merajut hubungan yang lebih serius.

“Apa semua cowok akan lari jika diajak untuk serius?” Pikir Emma sambil terus melangkahkan kakinya tanpa arah. Emma merasa perasaannya lega jika ia berpikir sambil terus berjalan tanpa arah. Berjalan dan terus berjalan sampai ia menemukan jawaban dari semua pertanyaannya. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya dan mengalihkan pandangannya pada sebuah parit. Ia mendekati parit itu. Di sana ia melihat sehelai daun yang hanyut oleh aliran air parit itu. Daun itu terombang-ambing ke kiri dan ke kanan mengikuti aliran air dengan tenang. Emma tersenyum. Kini telah ia temukan jawaban dari pertanyannya sedari tadi.

^^_^^

Emma berjalan menuju perpustakaan dengan tergesa-gesa. Dia harus segera mencari bahan untuk tugas essay Bahasa Indonesia karena deadline untuk pengumpulan tugas adalah lusa nanti. Saat sedang berjalan ia berpapasan dan bertemu mata dengan seorang cowok yang sepertinya anak sosial, ia tak tahu namanya. Emma memang selalu cuek dengan temannya yang tak dikenalnya. Padahal mereka satu tingkatan dan satu sekolah tapi tetap saja ia tak peduli dengan orang yang tak dikenalnya. Emma lalu mengalihkan matanya kembali ke depan dan berlalu cepat ke perpus. Ia tak sadar cowok itu berhenti dan menatapnya dari belakang.

^^_^^

Emma menatap jam tangannya dengan sebal. Sudah setengah jam ia berdiri di situ menunggu Nola, sahabatnya. Mereka berdua memang selalu pulang sekolah bareng. Tapi hari ini Nola ada janji dengan Beni anak cowok kelas sebelah yang kayaknya naksir Nola. Kesabaran Emma sudah hampir habis saat tiba-tiba ia mendengar alunan nada piano dari ruang musik. Bulu kuduk Emma langsung berdiri. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri namun tak ada seorang pun yang lewat karena jam pulang sekolah udah setengah jam berlalu. Ia sering mendengar desas desus jika ruang musik sekolahnya berhantu. Menurut desas desus, sering ada bunyi piano dari dalam ruangan yang terkunci itu. Emma bergidik ngeri. Ia tak bisa bergerak saking takutnya. Ia duduk terpaku sambil memejamkan mata dan berharap Nola segera datang. Mulutnya komat-kamit membaca doa untuk mengusir setan. Jantungnya berdegup kencang.

Alunan piano itu semakin menjadi dengan irama yang cepat dan kencang seperti di film-film horror yang pernah ia tonton. Setan yang memainkan piano itu seolah sedang marah. Emma menutup telinganya rapat-rapat supaya suara itu tak terdengar. Dan ia berhasil alunan piano itu tak terdengar lagi. Namun, yang kini ia dengar adalah suara langkah kaki berat yang mendekatinya. Emma tak berani membuka matanya, ia hafal benar dengan langkah kaki Nola yang ringan dan setengah berlari ceria. Ini bukan langkah kaki Nola. Langkah kaki itu berhenti di depannya. Emma menundukkan kepalanya sambil terus mengucap doa-doa. Ia bisa rasakan nafas berat setan itu. Emma ingin berteriak namun suaranya tercekat di tenggorokan. Ia ingin menangis saking ketakutannya.

“Hai!” sapa setan itu. Tunggu, sepertinya ada yang salah. Setan itu menyapanya “hai”. Setolol-tololnya Emma ia tahu setan tak mungkin seramah itu mengatakan “hai” padanya. Ia mulai membuka matanya pelan-pelan dan melihat sebuah sosok laki-laki di depannya. Laki-laki yang memakai seragam putih abu-abu seperti dirinya. Emma lega bukan main karena yang di hadapannya adalah teman sekolahnya. Saking leganya tanpa sadar ia memeluk laki-laki di depannya itu karena merasa bersyukur telah terselamatkan dari teror alunan piano.

“Untung kamu lewat sini,’’ ucap Emma lega sambil menangis sehingga membasahi seragam teman sekolahnya. Ia melepaskan pelukannya dan menatap siapa pahlawannya itu. “Lho, kamu!” Seru Emma kaget sambil mengusap air matanya. Kini mukanya bersemu merah karena telah memeluk cowok itu dengan noraknya sambil nangis-nangis. ­Image­nya yang selama ini ia jaga langsung luntur.

“Hai, kamu baik-baik saja kan?” tanya cowok itu kemudian. Bukannya menjawab pertanyaan, Emma malah kabur dan berlari kencang karena ia benar-benar malu karena perbuatannya yang norak. Ia terus berlari keluar sekolah sambil terisak saking malunya. Ia tak punya muka jika nanti ia bertemu dengan cowok itu. Cowok yang sering ia pergoki mencuri pandang padanya. Cowok yang bertemu mata dengannya saat akan ke perpus. Dan cowok yang ‘Entah Siapa Namanya.’

^^_^^

Emma berangkat ke sekolah dengan malas. Ia masih malu bila mengingat kejadian kemarin. Ia takut di sekolah nanti ia menjadi bahan pembicaraan anak-anak. Ia takut cowok itu mengatakan kejadian memalukan kemaren pada teman-temannya. Emma berimajinasi sendiri membayangkan cowok itu mengatakan seperti ini, “Eh, tahu nggak kemaren ada anak ilmu alam meluk-meluk gue sambil nangis-nangis nggak jelas. Gila ya dia? Gue shock banget tahu-tahu gue di peluk kayak gitu.” Emma lalu menjambak-jambak rambutnya sendiri membayangkan ia akan menjadi bahan omongan seisi sekolah. Ia juga membayangkan ia akan di cap sebagai cewek aneh musim ini. “Nggaaaaaaaaaaaaaaak!!” teriaknya tiba-tiba sehingga membuat orang-orang di sekelilingnya menatapnya. Emma salah tingkah, lagi-lagi ia mempermalukan dirinya sendiri. Ia bergegas berjalan cepat sambil merapikan rambut dan seragamnya seolah menjawab pertanyaan orang-orang yang memandangnya dan mendjudge “Orang Aneh” bahwa dia baik-baik saja dan tentu saja “NORMAL.”

Emma terus melangkahkan kakinya hingga tak terasa ia telah sampai di gerbang sekolahnya. Dia masih belum menemukan jawaban dari kekalutannya. Dengan lunglai ia segera masuk ke dalam lingkungan sekolahnya. Emma menepuk jidatnya. “Oh My God!” Untuk sampai ke kelasnya di kelas IA 3, ia terlebih dahulu harus melewati jurusan ilmu sosial. Tak ada jalan lain karena kelasnya berada di pojokan.

Emma menarik nafas dalam-dalam lalu menghempaskannya. Ia memantapkan langkahnya dengan cepat saat melewati jurusan Ilmu Sosial. Ia melirik dari sudut matanya, memperhatikan jika ada yang berbisik-bisik sambil menatapnya. Ia mencari-cari dengan sudut matanya namun semuanya berjalan seperti biasa. Emma mulai memperlambat langkahnya. Ia tak menemukan keganjilan yang menggunjing dirinya. Anak-anak social itu sibuk dengan urusan masing-masing. Ketawa-ketiwi namun tak menunjukkan bahwa mereka ketawa karena dirinya.

Emma terus berjalan menuju ke kelasnya. Di sana juga semua terkendali. Berjalan seperti biasanya. Tak ada yang aneh.

Tak lama kemudian matanya tertuju pada sesosok cewek yang dikuncir kuda sedang cengar-cengir menatap layar ponselnya dengan innocent. Emma bergegas menghampirinya. “Nol, kemaren kamu kemana aja sih? Aku nungguin kamu setengah jam-an tahu!” Semprot Emma langsung pada sahabatnya satu itu.

Bukannya menciut karena dimarahin Emma, Nola justru sumringah melihat kedatangan Emma. “Whuaaa…akhirnya kamu datang juga Ma. Uda aku tungguin dari tadi kamu. Kamu ketinggalan hot news hari ini.”

Nyali Emma yang kini malah ciut. Emma menggigit bibirnya tanda ia gugup dengan berita yang akan disampaikan Nola. Emma mulai berprasangka buruk. “Berita apaan? Jangan-jangan bener kejadian kemaren jadi hot news hari ini,” pikirnya tak tenang.

“Hmmm….tebak apa coba?”

Emma yang sedang gugup jadi jengkel. “Ya mana aku tahu berita apaan. Cepet bilang apa?” desak Emma sambil menggigiti bibirnya yang merah.

“Aku jadian sama Beni! Kyaaa!” tukas Nola yang histeris dengan sendirinya.

Emma bengong. Ia mengernyitkan dahinya. “Ada berita tentang aku gak Nol?”

“Hmm? Emang kamu ngapain Ma?”

Emma menarik nafas lega. “Hmm… Nggak apa-apa kok.” Jawabnya lega.

“Eh, tadi kayaknya pas kamu dateng kamu bilang sesuatu sama aku deh Ma. Apaan?”

“Nggak jadi. Lupa tadi mau ngomong apa!” Sahut Emma cemberut.

Nola yang lagi berbunga-bunga mengiyakan saja tanpa memperhatikan ekspresi wajah Emma. “Ih, kamu jahat banget sih Ma. Masa sahabat kamu jadian gak ngasih ucapan?”

“Heh? Ucapan apa? Terima kasih?” tanya Emma yang lagi nggak ngeh denger Nola dari tadi.

“Gimana sih Ma? Kok malah ucapan terima kasih? Harusnya kamu kasih selamat sama aku. Huh,” tukas Nola bersungut-sungut karena Emma ternyata mengacuhkannya sedari tadi. Tapi ia tak peduli. Ia tak ingin merusak hari yang indah dengan status barunya sebagai Nona Beni.

^^_^^

Emma berjalan bersama Nola ke kantin. Mau tak mau mereka harus melewati jurusan ilmu sosial. Emma memastikan bahwa semuanya aman sehingga ia baru lewat. Ia tak melihat tanda-tanda kehadiran cowok itu. Ia lalu berjalan dengan tenang berdua dengan Nola. Nola diam saja, ia sibuk smsan dengan Beni meskipun mereka hanya berbeda kelas. Saat melewati kelas IA 2 Nola tersenyum manja pada Beni yang sedang duduk-duduk di kelas sibuk mengerjakan PR. Emma jijik melihat kelakuan temannya satu ini. Perasaan dia kalo pacaran nggak selebay Nola. Emma menarik-narik Nola yang tak bisa melepaskan pandangan dari pacar barunya. Perutnya sudah keroncongan tak bisa di ajak kompromi. Emma sibuk menarik-narik Nola tanpa memperhatikan depannya. Bukkk. Ia menabrak seseorang di depannya. “Aduh, sorry, sorry aku nggak liat depan tadi,” pinta Emma pada orang yang ditabraknya.

“Iya nggak apa-apa kok,” balas orang itu. Emma yang membersihkan seragam cowok yang ditabraknya karena refleks kaget mendengar suara yang familiar itu. Suara yang mungkin nggak bakal ia lupakan seumur hidupnya. Emma mendongak menatap siapa yang ditabraknya. Ia shock dan langsung balik ke kelasnya tanpa peduli lagi dengan perutnya. Gengsinya mengalahkan rasa laparnya. Jantungnya berdegup kencang karena berlari. Emma lalu mulai mengatur nafasnya.

“Ma, kamu kenapa sih?” tanya Nola yang ternyata menyusulnya. “Hari ini kamu tuh bener-bener aneh. Kesurupan setan WC ya Ma?”

Emma mengatur nafasnya lalu berbicara. “Nol, kamu tahu nggak cowok yang aku tabrak tadi itu siapa?”

Nola seakan tak percaya dengan pertanyaan sahabatnya. “Hello? Ma, emang kemana aja sih kamu selama ini? Kamu nggak tahu Arjuna Hermawan?”

Emma menggeleng pelan dan memasang muka kucing minta dikasihani. “Emang siapa dia?”

“Aduh, Emmaaaaaa!” teriak Nola yang membuat seisi kelas menoleh ke arah mereka berdua. “Kamu itu dua tahun sekolah di sini masih aja belum apal temen-temen satu sekolah?”

Emma lagi-lagi menggeleng. “Yang aku kenal cuma yang pernah sekelas aja sama aku.”

Nola menghela nafas panjang. Menghadapi kecuekan Emma memang butuh kesabaran. “Ma, sikap cuek kamu itu harus diilangin. Nggak bagus tahu. Nggak lucu kan kalo nama guru yang nggak ngajar kamu terus kamu nggak kenal.” Nola mengatur nafas. “Arjuna itu anak kelas ilmu sosial.”

“Iya, kalo itu aku juga tahu Nol.”

“Diem dulu!” perintah Nola galak. Emma ciut dan langsung diam. “Dia itu seorang pianis yang bikin bangga sekolah kita. Dia jenius musik. Memang sih dia sering nggak masuk sekolah karena harus berkompetisi di luar kota bahkan tak jarang di luar negeri.” Tiba-tiba Nola tersipu malu dengan sendirinya. “Dan juga, dia itu cakeeeep. Idola cewek-cewek sekolah kita di samping anak-anak basket.”

“Nol, inget tuh si Beni. Baru jadian juga kemaren,” sela Emma.

“Beda dong Emma. Kalo Beni aku cinta sama dia tapi kalo Arjuna, aku ngefans sama dia.” Tukas Nola mengerjapkan mata genit. “Selera kamu Ma tuh rendah banget sih, masa kamu nggak liat kegantengan Arjuna? Pantes mantan-mantan kamu standar semua. Huh.”

“Eh? Emang si Beni ganteng apa? Masih mending juga mantanku yang terakhir. Dekil gitu juga,” balas Emma sengit.

Kata-kata itu menohok Nola. Ia tak bisa membalas perkataan Emma karena emang kenyataannya begitu. “Nggak apa-apa, yang penting aku cinta. Hehe.”

Emma geleng-geleng kepala. “Nah, kalah tuh baru ngomong gitu.”

“Udah lupain. Ngomong-ngomong kenapa kamu tadi kabur habis nabrak Arjuna? Jangan-jangan kamu juga udah mulai terpikat sama kegantengannya ya Ma?”

“Enggaklah!” sahut Emma cepat. “Nggak ada apa-apa kok. Kaget aja tadi nabrak orang.” Tukas Emma asal-asalan, ia terlalu malu untuk bercerita pada sahabatnya. Bisa-bisa Nola mengejeknya habis-habisan nanti.

^^_^^

Hari ini Emma pulang sendirian. Nola pulang bareng Beni. Tak masalah bagi Emma pulang sendirian. Ia paham Nola terkadang pasti pengen pulang bareng pacarnya. Ia berjalan sendirian dengan berpikir seperti biasanya. Ia menikmati tiap langkah saat menginjakkan kakinya. Tiba-tiba ada seseorang yang menjajari langkahnya. Namun Emma tak peduli ia tetap saja asik dengan pikirannya sendiri.

“Hai!” sapa orang yang menjajarinya.

Emma yang hafal benar suara ini hendak kabur, namun sayang ia terlambat. Tangannya telah dipegang oleh Arjuna. Ia berusaha memberontak namun percuma saja genggaman Arjuna kuat.

“Sakit,” erang Emma yang sudah capek berusaha melepaskan diri.

“Ups, sorry. Aku nggak bermaksud nyakitin kamu Ma. Aku cuma pengen nanya sama kamu aja kok.” Tukas Arjuna melepaskan genggaman tangannya di pergelangan tangan Emma.

“Ma? Darimana kamu tahu namaku?”

“Masa temen satu sekolah nggak tahu namanya. Nama kamu Emma kan? Emma Sagita.”

Emma tertohok sekaligus kaget. Dia nggak nyangka Arjuna sampai hafal nama lengkapnya. Ia mengangguk. Emma tak berani menatap Arjuna, ia benar-benar tak punya muka untuk berhadapan dengan Arjuna.

“Kamu kenapa sih kalo ketemu aku selalu lari, emang mukaku kayak setan ya?”

“Uhm…Ehm, sebenarnya aku malu ketemu sama kamu. Gara-gara waktu itu aku refleks meluk kamu di depan ruang musik,” tukas Emma terbata-bata.

Arjuna tersenyum. “Ya ampun, jadi cuma gara-gara itu kamu kabur kalo ngeliat aku?”

Emma mengangguk. “Sorry, waktu itu aku takut banget denger bunyi piano di ruang musik. Kamu denger juga nggak? Serem banget, mana hantunya kayaknya lagi marah karena main pianonya kasar.”

Arjuna kembali tersenyum. Emma mulai mengira Arjuna sinting karena dari tadi senyam-senyum mulu. Atau jangan-jangan justru Arjuna yang menganggapnya sinting karena ada hantu di siang bolong. “Suara piano yang kamu denger itu bukan hantu yang main tapi aku.” Ucap Arjuna menahan geli melihat ekspresi wajah ngeri Emma.

Emma melongo. “Kok bisa? Kan ruangannya di kunci?”

“Aku diberi guru musik kita keistimewaan untuk membawa kuncinya supaya bisa bermain piano sesukaku.”

Emma teringat perkataan Nola bahwa Arjuna adalah seorang pianis handal jadi dia tak bertanya lebih jauh lagi. “Oh…” Emma menghela nafas. “Kamu waktu itu sedang marah ya?” tanya Emma sambil kembali berjalan diikuti oleh Arjuna.

Arjuna menghela nafas. “Aku waktu itu sedang ada masalah Ma.” Tukas Arjuna sambil memandang jalan dengan tatapan kosong.

“Eh? Sorry, aku nggak ada maksud buat ngungkit. Kita ganti topik aja deh. Hmm, hari ini cuacanya mendung ya?”

Arjuna tersenyum geli. “Kamu itu lucu deh Ma. Nggak apa-apa kok. Aku kemaren itu berantem sama papaku. Papaku pengen aku fokus di sekolah dan bisa jadi penerus perusahaannya. Tapi saat lulus nanti aku ingin melanjutkan ke sekolah musik, aku pengen jadi pianis yang bisa menciptakan musik yang bisa membangkitkan emosi orang yang mendengarnya.”

Emma memperhatikan Arjuna. “Papa kamu ngelarang kamu main piano? Padahal kamu udah sehebat itu. Terus rencana kamu selanjutnya apa?”

“Entahlah, mungkin aku yang bakal mengalah. Papaku udah tua Ma. Aku nggak pengen dia kenapa-kenapa. Aku akan berlatih piano sendiri dan bereksplorasi sendiri. Apa salahnya menyenangkan orang tua meski terkadang itu menyakiti diri sendiri. Lagipula pengorbanan seorang anak tak sebanding dengan pengorbanan orang tua yang telah membesarkan kita dengan penuh kasih.”

Emma mengangguk. Diam-diam ia salut dengan kedewasaan dan rasa bertanggung jawab Arjuna sebagai seorang anak. “Kok kamu mau cerita ini semua sama aku? Padahal kita kan baru aja kenal? Apalagi ini masalah sensitive kamu.”

“Aku sendiri juga nggak tahu Ma. Aku langsung ngerasa nyaman aja cerita sama kamu. Padahal aku bukan tipe orang yang terbuka.” Arjuna tersenyum. “Oh ya, aku boleh minta nomor hape kamu nggak Ma?”

“Tentu aja.” Mereka bertukaran nomor hape lantas berpamitan karena jalan pulang yang diambil berbeda.

^^_^^

Hari berlalu dengan cepat. Oktober, November, Desember, tak terasa tiga bulan telah terlewati. Emma dan Arjuna semakin dekat dan mereka berdua memutuskan untuk berpacaran. Kali ini Emma mengubah gaya pacarannya dengan membiarkan semua mengalir, let it flow! Ia tak ingin berpikiran terlalu tinggi karena jika jatuh pasti akan sangat sakit. Dan lagi, baginya sosok Arjuna sangat istimewa untuk dirinya. Ia berbeda dengan pacar-pacarnya sebelumnya. Arjuna adalah sosok cowok yang dewasa dan bertanggung jawab. Cocok untuk Emma yang masih kekanak-kanakan. Saling melengkapi.

“Ma, ntar malem keluar yuk? Ada yang pengin aku omongin sama kamu.” Ajak Arjuna saat pulang sekolah.

Emma menatap pacarnya, Arjuna memasang muka serius. Jantungnya berdegup kencang. Meskipun telah sebulan berpacaran, Emma masih saja deg-degan saat menatap mata Arjuna yang tajam. Padahal sebelumnya tak pernah seperti itu. Kali ini Emma deg-degan bukan hanya karena menatap mata Arjuna namun ia juga takut dengan apa yang akan dikatakan Arjuna nanti malam. Mantan-mantannya dulu selalu mengatakan kata-kata itu saat mereka memutusnya. Emma takut diputus Arjuna. Takut banget. Dia takut kehilangan Arjuna karena Emma terlanjur cinta padanya. Ia takut Arjuna hilang darinya dengan membawa sebagian dari dirinya. Emma hanya mengangguk menanggapi ajakan Arjuna. Sepanjang perjalanan pulang ia lebih banyak diam. Emma bergulat sendiri dengan pikirannya.

“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Emma pada dirinya sendiri sesampainya di rumah. “Tuhan, tolooong! Sekali ini saja kumohon pada-Mu, biarkan aku memiliki cintaku. Kumohon Tuhan, Emma nggak pengen kehilangan Arjuna. Selama ini Emma selalu kecewa dengan pilihan Emma sendiri. Kumohon untuk kali ini saja biarkan Emma bersama Arjuna. Emma sudah letih dikecewakan. Untuk kali ini saja,” doa Emma setelah salat dzuhur. Ia menitikkan air matanya deras karena ia tak ingin kecewa untuk kesekian kali dan dengan orang yang benar-benar ia cintai.

^^_^^

Waktu janjian Emma dengan Arjuna telah tiba. Emma hanya memakai pakaian seadanya. Tanpa dandan seperti biasanya. Rambutnya hanya ia cepol asal-asalan. “Hufft…akhirnya tiba juga waktunya,” keluh Emma seraya menghela nafas. Kali ini ia pasrah, ia sudah capek menangis. Bagaimanapun apa yang seharusnya terjadi akan terjadi cepat atau lambat. Bunyi klakson motor Arjuna memberi tanda bagi Emma untuk segera keluar.

Emma mengenakan helm dan membonceng Arjuna. Ia tak tahu akan dibawa kemana oleh pacarnya yang dalam beberapa menit nanti bakal jadi mantannya. Sepanjang perjalanan Emma terdiam. Demikian pula dengan Arjuna tak mengucapkan sepatah kata pun pada Emma. Arjuna tak tahu bahwa di belakangnya Emma sedang menangis tanpa suara. Tiba-tiba Emma memeluknya erat. Arjuna hanya tersenyum di balik helm full face-nya. Mungkin itu pelukan terakhirnya. Sebentar lagi Arjuna akan menghilang darinya.

Arjuna berhenti di sebuah tempat yang dikenalnya. Bahkan sangat dikenalnya karena ia hampir tiga tahun bersekolah di sana. “Kenapa Arjuna membawanya ke sekolah?” Pikir Emma heran. Emma lalu berpikir cepat, “Mungkin ia ingin mengakhiri hubungan mereka di sini. Di sekolah. Tempat mereka juga mengawali hubungan mereka.

Arjuna menarik tangan Emma untuk masuk. Namun, Emma menahannya. Ia tak bergeming dari tempatnya berpijak. “Mau kemana? Udah di sini aja ngomongnya Arjuna!” pinta Emma dengan susah payah menahan air matanya untuk tidak menetes. Ia ingin terlihat tegar di depan Arjuna.

Arjuna tak memedulikan permintaan Emma, ia justru menarik pergelangan tangan Emma lebih kuat sehingga Emma terjungkal ke depan. “Arjuna!” teriaknya. “Cukup! Kamu mau bikin aku tambah sakit hati dengan membawaku ke lapangan basket tempat kita jadian?”

Arjuna melepaskan pergelangan tangan Emma. “Maksud kamu Ma? Bikin kamu sakit hati?”

“Aku tahu kok kenapa kamu ngajak ke sini dan aku tahu apa yang bakal kamu omongin sama aku. Kamu mau minta putus kan? Aku tahu aku emang cewek yang ngebosenin. Aku udah terbiasa di putus cowok duluan. Dan…Hmmmf.” Emma terdiam karena tiba-tiba Arjuna mencium bibirnya. Air matanya kini tak lagi bisa terbendung. Air matanya jatuh mengalir deras ke pipinya.

“Siapa yang minta putus? Dasar sok tahu!” tukas Arjuna seraya menarik Emma ke arah lapangan basket. Emma kini sudah tak berdaya. Ia hanya terus-terusan mengusap air matanya yang tak berhenti keluar. Arjuna tetap diam dan berjalan sambil menggandeng tangan Emma.

Setibanya di lapangan basket Emma tersentak kaget. Arjuna melepaskan tangan Emma. Emma masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia mendekati lilin-lilin kecil yang diletakkan di tengah lapangan itu dan membaca huruf demi huruf yang dibentuk oleh lilin-lilin itu. Emma merangkai huruf-huruf itu hingga terbentuk lah dua buah nama dengan dibatasi oleh lilin-lilin yang membentuk hati.

ARJUNA


EMMA

Kali ini air mata Emma berubah menjadi air mata haru. Ini benar-benar manis. Belum sempat Emma mengatakan sepatah kata pun Arjuna mendahuluinya. “Emma, kamu mau nggak tunangan sama aku?” tanya Arjuna dengan berlutut di depan Emma seraya memegang kotak kecil dengan sebuah cincin di dalamnya. Emma yang sedari tadi belum percaya dengan apa yang dilihatnya makin tak percaya saja sehingga ia mencubit-cubit pipinya sendiri hingga merah. “Ma, yang kamu liat ini nyata. Bukan mimpi.” Tukas Arjuna meyakinkan Emma.

Emma pun menyadari bahwa ini kenyataan. Semuanya ini indah dan nyata. Ia tersenyum. “Ya, aku mau.” Jawab Emma yang masih belum lepas dari rasa harunya.

Arjuna pun berdiri lalu memakaikan cincin itu di jari manis Emma. Pas. “Kok bisa pas?” tanya Emma heran.

“Karena aku cinta kamu. Cinta itu ajaib.” Tukas Arjuna menggombal.

Emma tersenyum dan dalam hati ia bersyukur pada Tuhan yang tak hanya mengabulkan doanya namun juga memberinya lebih daripada yang ia minta. “Kenapa cepet banget?”

“Kamu nggak suka Ma?”

Emma segera menggeleng cepat. Mukanya berbinar-binar. Ia terlihat sangat cantik saat terkena cahaya lilin.

“Karena aku nggak pengin kehilangan kamu Emma. Kamu belahan jiwaku. Meski kita jauh tak perlu khawatir lagi.”

Emma mengernyitkan dahi. “Maksud kamu?”

“Setelah lulus SMA nanti aku bakal sekolah di Harvard Amerika Ma. Papaku pengin aku nerusin di sana. Dan di sana juga aku bisa mengembangkan bakatku bermain piano.”

Emma ternganga mendengar sebuah kabar yang baru saja keluar dari mulut kekasihnya. Ia segera memeluk Arjuna dan menangis.

“Cinta kita nggak bakal pupus jika hanya terpisahkan laut sayang.” Tukas Arjuna sambil mengusap kepala Emma dengan penuh kasih.

Emma melepaskan pelukannya. Ia tak bisa banyak bicara. Hari ini penuh dengan hal yang tak terduga. Arjuna mengusap air mata yang terus mengalir di pipi Emma lalu mengecup kening Emma.

“Ya, cinta kita nggak bakal mati meski terpisah lautan.” Ulang Emma mantap dengan menatap mata tajam Arjuna yang berubah teduh malam itu.

^^_^^*