Pengen tahu REVIEW BOOK yang oke?? Atau pengen baca CERPEN karya orisinil dari anieztaa? Welcome to my worlds, It's all about "ANIEZTAA FEELS"

Sunday, January 24, 2010

Little Star

Bintang malam berkelip ceria di keheningan malam yang pekat. Aku membalas senyum bintang-bintang itu padaku. Ku tatap lekat-lekat sebuah titik di langit hitam. Bintang. Ya, sebuah bintang kecil yang berkelip redup dan samar-samar. Ku pandangi terus bintang itu tanpa berkedip. Bintang kecil itu mirip denganku. Seorang gadis biasa yang tak menonjol seperti redupnya kerlip bintang kecil itu. Pikiranku melayang kembali ke masa-masa SMA. Masa-masa yang indah dan penuh keceriaan serta semangat menggelora para ABG. Terlintas di pikiranku saat diri ini mulai menginjak masa remaja dimana aku mulai mengenal kata cinta.

Saat itu aku adalah seorang gadis yang polos dan hanya mengenal bahwa cinta itu indah. Aku tak tahu bahwa cinta itu bisa membuatku hampir gila karena aku telah termakan oleh cinta itu.

“Mil, memang Dika itu cinta pertama kamu ya?”

Aku mengangguk mantap dan bangga, “Iya La, aku sayang banget sama Dika. Aku baru sekali ini ngerasain sesuatu yang beda di hati aku. Aku baru tahu kalau inilah yang dinamakan cinta.”

“Emm, emang kamu nggak jealous sama Rena? Mereka berdua itu kan deket banget. Kalau menurut aku nggak wajar kalo mereka berdua sedekat itu apalagi Dika seperhatian itu sama Rena.”

Pertanyaan itu menyentil bagian sensitif di lubuk hatiku. Kali ini ku ragu untuk menjawab. Mataku yang tadinya semangat berubah sayu. “Aku percaya Dika kok, kan mereka sahabatan La. Dika bahkan udah menganggap Rena kayak adiknya sendiri. Jadi aku percaya,” jawabku berusaha untuk mantap meski aku ragu.

“Oh gitu, bener juga sih Mil masa cemburu sama sahabat pacar kita sendiri. Eh, ngomong-ngomong kok akhir-akhir ini kamu jarang kelihatan sama Dika? Padahal kan ini masa-masa buat santai habis tes kenaikan.”

“Iya Mil, kenapa? Aku lihat kalian kalo ketemu kayak gak saling kenal gitu padahal kalian pacaran. Aneh banget deh kalian,” celetuk Meta yang sedari tadi hanya menjadi pendengar antara Mili dengan Lala.

Pertanyaan Meta yang sederhana itu seperti sengatan listrik untukku. Aku bingung harus menjawab apa, karena aku sendiri juga tak mengerti pada apa yang terjadi pada kami berdua akhir-akhir ini. “Masa sih? Kita biasa aja kok, tadi pagi juga kan kalian lihat kalo aku berangkat bareng Dika ke sekolah.”

“Iya sih, syukur deh kalo kalian gak apa-apa. Kalian itu pasangan yang serasi. Cuma aku lihatnya kalian agak canggung kalo ketemu. Kadang aku lihat kalian aja bahkan saling tak melihat kalo ketemu. Makanya aku pikir kalian sedang dalam masalah.”

Aku hanya tersenyum kecut. Aku tak tahu apa yang terjadi pada kami. Tepatnya apa yang terjadi pada Dika. Sikapnya padaku minggu ini berubah seratus delapan puluh derajat dari minggu lalu. Aku bingung. Dika seminggu ini selalu mendiamkan aku. Dia tidak sms aku kecuali aku duluan yang memulai. Sekalipun kami sms-an pasti selalu berhenti di tengah jalan. Dia tak lagi membalas. Membalas sms pun hanya sekadarnya. Aku yang pertama kali jatuh cinta tak tahu apa yang terjadi pada kami. Aku bingung. Apa salahku pada Dika hingga dia tega mendiamkan aku selama seminggu ini. Aku tak pernah melirik cowok lain, tiap aku cemburu pada seseorang pun aku hanya memendamnya. Kini aku rapuh.

@@#@@

Tadi malam Dika memutuskan hubungan kami. Bebanku menjadi sedikit terangkat. Karena aku lelah dalam kebingunganku sendiri. Dika memutuskanku dengan alasan yang menurutku sangat tidak rasional. Alasannya karena Dika tak ingin backstreet. Mengapa menurutku tak rasional? Karena sejak kami pacaran kami sudah berkomitmen mengenai itu. Orang tuaku belum mengijinkan aku pacaran. Aku rela berbohong pada orang tuaku karena aku sangat ingin memiliki Dika.

Aku berubah Sembilan puluh derajat setelah pacaran dengan Dika. Bukannya karena Dika yang merubahku tapi karena aku sendiri yang terjerat cinta buta. Aku benar-benar mencintainya. Aku berbohong pada orang tuaku. Aku sadar bahwa aku salah dan benar-benar merasa sangat berdosa karena telah membohongi kedua orang yang seharusnya aku sadari dari awal bahwa hanya mereka berdua yang paling mencintai aku di dunia ini. Mungkin ini karmaku. Aku menerimanya sekalipun menyakitkan mengetahui kenyataan bahwa aku harus kehilangan Dika.

Teman-temanku shock mendengar kabar hubungan kami. Terutama sahabatku. Berita mengenai hubungan kami dengan cepat menyebar dan banyak teman-temanku yang menyayangkan putusnya hubungan kami.

@@#@@

Mataku lembab dan kurasakan air mata mulai membasahi bola mataku. Kupandangi terus bintang kecil itu. Bintang itu seolah bertanya padaku apa yang sedang terjadi padaku. Aku mengedipkan mataku dan itu membuat air mataku jatuh cepat di pipiku.

Beberapa bulan yang lalu baru ku tahu apa alasan mantanku Dika memutuskan aku. Ya, aku baru tahu setelah aku masuk perguruan tinggi. Sebuah kenyataan yang benar-benar menyakitkan untuk seorang gadis yang polos dan rapuh sepertiku. Kenyataan yang muncul setelah setahun dan akhirnya hubungan kami mulai membaik.

“Dik, emang apa sih yang mau kamu ceritain ke aku? Aku penasaran nih. Dari kemaren-kemaren kamu janjiin aku mau cerita semua tapi selalu aja ada halangan. Apa sih yang mau kamu ceritain sama aku?” tanyaku tak sabar ketika dia sudah berada di depan kostku.

“Iya Mil, aku sudah janji bakal cerita ini semua sama kamu. Karena inilah yang membuatku selalu merasa bersalah tiap melihat kamu.”

“Iya, cerita apa? Aku sudah siap kok,” ujarku mantap karena aku telah mempersiapkan perasaan ini untuk kemungkinan terburuk sekalipun.

Kudengar tarikan nafas Dika dan dia pun mulai berbicara. “Maaf ya Mil sebelumnya. Aku memang benar-benar cowok brengsek. Aku rasa kamu tahu kalo aku sebenarnya menyukai Rena.”

Aku mengangguk. Aku sudah mempersiapkan perasaanku untuk hal ini. Aku tahu dia akan mengatakan ini saat dia mengatakan ingin bercerita padaku. Dika melanjutkan omongannnya. “Aku sudah menyukai Rena semenjak kelas X,” tukasnya singkat lalu berhenti. Aku mengangguk saja mendengarkan Dika bercerita. Semua masih di dalam kendaliku. Semua ini masih bisa aku prediksi.

“Aku menyayangi Rena dan ingin terus menjadi penjaganya. Bahkan kamu tahu sendiri kan bahwa yang menjodohkan Rena dengan cinta pertamanya lagi adalah aku. Memang sakit perasaanku, tapi aku benar-benar ingin membuatnya senang. Hanya itu saja.”

“Lalu saat aku mengenalmu di kelas XI teman-teman kita justru mencoba untuk menjodoh-jodohkan kita berdua. Dan puncaknya saat kita study tour ke Bali. Saat aku nembak kamu dan minta kamu menjadi pacarku. Kamu tahu gak saat itu keadaanku sedang bagaimana? Kamu tahu kalo aku baru saja minum dan mabuk saat itu.”

Hati yang telah kutata dan kukendalikan langsung bergoncang. Ini bukan seperti prediksiku. “Ya, aku tahu. Pernah ada seseorang yang mengatakan itu padaku namun ku tak percaya karena aku lebih percaya kamu.” Perisaiku hancur berkeping-keping, kurasakan mataku mulai panas. Namun ku coba untuk mengendalikan semuanya. Aku tak ingin air mata itu menetes di depan Dika. Aku ingin terlihat kuat di depannya. Aku ingin menunjukkan padanya bahwa Mili yang dulu berbeda dengan yang sekarang. Mili yang sekarang adalah gadis yang kuat.

Dika terus melanjutkan ceritanya, namun perasaanku seperti sudah mati rasa mendengar ceritanya yang lain, karena kejutan yang ia ceritakan tadi telah melumpuhkan sebagian otakku dan perasaanku. Cerita bahwa dia pernah selingkuh dengan kakak kelasku waktu masih berstatus sebagai pacarku sudah tak membuatku kaget.

Jam di ponselku menunjukkan pukul 21:00. Kostq sudah harus ditutup. Dika belum selesai melanjutkan ceritanya. Aku sendiri sudah tak sabar untuk mengunci diri di kamarku.

Air mata ini bercucuran deras bila mengingat saat-saat itu. Rasa sakit itu masih tersisa di hatiku karena luka itu telah membekas dan mungkin takkan pernah hilang seumur hidupku. Pada saat itulah aku tak pernah percaya dengan semua laki-laki di dunia ini kecuali ayahku.

Aku sudah tak mungkin kembali pada Dika. Semua yang ia lakukan padaku begitu menyakitkan dan membuatku tampak bodoh. Apalagi setelah ku tahu ternyata teman-temanku yang lain sudah tahu dan hanya aku sendiri yang dengan bodohnya tak tahu apa-apa. Dunia telah membohongi aku. Aku bagaikan seorang tokoh dalam sinetron yang sangat polos dan bodoh dan saking bodohnya itu membuat pemirsa yang menontonnya jengkel dan mengomel pada tokoh itu supaya sadar bahwa betapa bodoh dirinya.

Dika mulai mendekati aku, dan menurutnya ia baru sadar bahwa ia menyayangi aku. Namun aku sudah tetap pada pendirianku bahwa aku sudah tak mungkin kembali dengannya. Aku tak mau menjadi gadis polos dan bodoh serta tak teguh pendirian. Lagipula sudah ada seseorang yang mendampingi aku saat ini. Seseorang yang ikut terkena imbas dari krisis kepercayaanku pada semua cowok di dunia ini. Seorang cowok yang sangat ku sayang namun ku tak tahu apakah ia membalas perasaan sayangku. Aku sudah tak peduli dengan itu semua.

Seorang cowok bernama Awan yang dulu terkenal playboy. Sahabat SMP Lala. Aku menyayanginya namun ku tak yakin hubungan kami akan berlangsung lama karena saat ini kami sedang didera sebuah masalah.

Rasa percaya yang tadinya hampir muncul saat ku bersama Awan langsung pupus hanya karena masalah itu. Namun semuanya aku biarkan mengalir seperti air. Jika dia memang benar sayang padaku aku yakin dia akan kembali padaku dan mampu memahami semua perasaanku. Harapanku hanya satu. Memiliki seorang pendamping yang mampu menjaga dan menyayangiku tulus. Aku tak butuh cowok popular, pemain basket, atau yang lainnya karena sesungguhnya satu yang kubutuhkan yakni seseorang yang bisa menjaga, menjaga perasaanku dan ragaku serta yang tulus mencintai aku.

Sesungguhnya aku berharap Awan adalah orang yang bisa terus mendampingi aku hingga kita terpisahkan maut. Aku berdoa dan berharap dia adalah jodohku. Itu semua karena aku telah lelah. Mungkin bagi beberapa orang pikiranku sangat kolot. Pikiranku terlalu jauh untuk anak jaman sekarang. Namun, itulah prinsipku. Menurutku tak ada gunanya pacaran hanya untuk senang-senang. Karena jika pikiranku sependek itu, suatu saat aku hanya akan merasakan sakit seperti yang pernah kurasakan sebelumnya.

Hati dan perasaanku telah merelakan semuanya. Aku hanya ingin memiliki pendamping yang terbaik untukku. Apa gunanya jika aku terus bertahan apabila dia memang bukan jodohku. Aku yang sekarang telah berubah dan mau membuka mata lebar-lebar. Aku sadar tiap orang memiliki cinta sejatinya sendiri. Suatu saat aku pasti juga akan menemukan cinta sejatiku. Seseorang yang cinta sejatinya adalah aku. Saat itulah kami akan serius dan berpikir lebih jauh kedepan. Karena sekarang aku bukan anak SMA lagi. Aku adalah seorang mahasiswi yang tentunya bisa berpikir jauh ke depan.

Kuhapus sisa-sisa air mata di pipiku. Sungguh, aku benar-benar muak pada diriku sendiri jika harus menangis karena cowok. Tapi sekalipun mulutku berbicara aku tak akan menangis gara-gara seorang cowok hatiku tak bisa bohong, perasaanku sendiri tak bisa munafik memungkiri semua. Karena tiap kali hatiku tersakiti atau dikecewakan oleh orang yang aku sayang, air mata ini selalu tumpah. Tiap kali berusaha ku bendung air mata ini, justru akan keluar isakan dari sesaknya dadaku. Aku tak bisa memungkiri bahwa kami wanita memang makhluk yang halus dan lemah perasaannya.

Aku coba untuk menghadapi semua yang ku hadapi dengan tegar. Kutatap kerlip bintang kecil yang tak pernah lelah untuk berkerlip. Seolah memberitahuku bahwa jangan pernah menyerah dan trauma berkepanjangan. Hidup ini terus berjalan. Aku tak ingin membiarkan waktuku untuk terus bersedih. Bolehlah kita bersedih namun adalah hal paling bodoh jika kita terus menerus tidur dalam kesedihan kita padahal masih banyak yang perlu kita lakukan untuk dunia. Kerlip bintang kecil tetap memberi pengaruh pada dunia. Ikut menerangi langit malam dengan kerlip samarnya.

##@##

No comments:

Post a Comment